Mario Teguh, ada 1.000 kebaikan dia. Memupuk keyakinan, optimisme dan inspirasi yang hebat untuk Indonesia, ditengah gamangnya negeri ini. Tapi terjungkal oleh 1 kesalahan masa lalu, perihal anaknya.
Abraham Samad, jga 1.000 kebaikannya. Ditakuti semua koruptor, KPK begitu berwibawa di bawah kepemimpinannya.
Tpi toh, sama, tenggelam oleh 1 kesalahan. Kesalahan masa lalu yg sangat ecek-ecek dan dipaksakan (pemalsuan dokumen) dibandingkan jasa-jasanya yg luar biasa dalam menumpas korupsi, penyakit terbesar bangsa ini.
Masih ingat Aa Gym? 1.000 juga. Tapi kalah oleh 1. Dan akhirnya lebih kurang sama dengan Abraham Samad dan Mario Teguh.
Terlepas dari label kesalahan yang dilekatkan kepada mereka, benar atau salah, kita ini sering lupa bahwa mereka juga bernama manusia. Sama kayak kita. Sama kayak Anda. Sama kayak saya. Kita sering menganggap mereka sebagai Tuhan, yang tak pernah salah.
Tak ada ruang untuk memberi maaf.
Mari melihat dri sudut pandang lain.
Anda tahu tax amnesty? Betul. Lugasnya, itu program pengampunan pajak kepada para pengemplangnya.
Ini antiklimak dari Abraham Samad, Mario Teguh dan Aa Gym.
Dari punya 1.000 kejelekan (entah berapa milyar/trilyun pajak yg dikemplang), sekarang menjadi bersih hanya karena 1 kebaikan.
Semua bersorak gembira. Tak ada sumpah serapah. Sementara 3 tokoh diatas, kebalikannya, punya 1.000 kebaikan dan ada 1 kejelekan saja, sumpah serapah begitu yang diterima begitu pahitnya.
Jangan begitu dong, kawan.
Baginda Rasulullah Muhammad Saw juga pernah berbuat salah. Bermuka masam ketika seorang buta menghadapnya, sementara nabi sedang berbicara kepada pembesar Quraisy, berdakwah kepada mereka.
Dengan 1 kesalahan Nabi ini, lalu akankah kita menyomasi Nabi dan berharap agar beliau berhenti menjadi Nabi?
Seperti yang kita tuntut dari Samad agar berhenti menghukum para koruptor, dari Mario agar berhenti memberi motivasi dan mencerdaskan masyarakat, dari Aa agar berhenti mencerahkan umat.
Kalau sudah begitu, sebetulnya, siapa yg akan dirugikan? Betul. Masyarakat rugi luar biasa karena kehilangan orang hebat. Sementara para oknum, kebalikannya, mereka luar biasa kegirangan.
Intinya: Malu dikit, lah. Melihat diri sendiri itu lebih bijaksana drpada melihat diri orang lain.
Sebab bisa jadi, orang lain kejelekannya cuman 1, tapi kita luar biasa mengolok-oloknya.
Sementara kita kejelekannya ada 1.000, tapi selalu lupa mengolok-olok diri sendiri.