Barangkali kita pernah mendengar perdebatan kecil antara seseorang yang berprofesi pedagang dengan kawannya yang karyawan kantor. Si pedagang dengan kawannya yang karyawan kantor. Si pedagang memandang, nasib dan kehidupan temannya jauh lebih enak darinya. Sebagai karyawan kantor, tentu ia tak perlu repot-repot keluar rumah sejak pagi buta, memeras keringat mengedarkan dagangan, terpanggang terik matahari, bergelut dengan persaingan para pedagang lain dengan hasil yang tidak pasti. Karyawaan kantor kerjanya lebih enak. Cuma duduk, dengan kipas angin atau AC, pekerjaan yang tak meneteskan keringat dan hasil yang pasti setiap tanggal muda.
Tapi kemudian si karyawan membantah bahwa kehidupan si pedaganglah yang lebih enak. Menurutnya, berdagang bisa menghasilkan uang setiap hari, bisa libur kapan saja, lebih bebas dan hasilnya bisa berlipat. Sedang menjadi karyawan pola hidupnya monoton, duduk terus dan juga rawan menimbulkan penyakit, dan gaji bulanan seringnya hanya mampir di dompet, untuk kemudian segera lenyap guna membayar hutang dan berbagai tagiahan setiap bulannya.
Begitulah manusia. sering merasa tidak puas dengan apa yang sudah diterima dan melihat apa yang ada pada orang lain jauh lebih baik ketimbang miliknya. Orang jawa bilang sawang sinawang. Masing-masing melihat kehidupan yang dijalani serasa lebih buruk dan tak seindah orang lain. pepatah mengatakan, rumput tetangga selalu tampak lebih hijau. Kehidupan, mulai dari pekerjaan , rumah bahkan isteri orang lain, terasa lebih "hijau" dibanding milik sendiri. Itulah fatamorgana dunia. Seperti dua orang yang berdiri berjauhan di padang pasir. Dari kejauhan, yang satu melihat tanah yang dipijak temannya penuh dengan air yang sejuk, pula sebaliknya. Padahal keduanya hanya melihat fatamorgana dan sama-sama tengah berada di tempatnya yang tidak nyaman.
Dari Nafsu
Persepsi semacam ini lahir karena masing-masing orang tidak mengetahui dan merasakan hakikat dari apa yang dilihat dari orang lain. Yang tampak hanya kulit, bukan isi dan rasa yang sebenarnya. sehingga masing-masing menyangka, kehidupan dan nasib orang lain tampak lebih bahagia dan menyenangkan.
Sebenarnya, hal ini bukan fenoomena aneh, hampir setiap orang pernah merasakannya. Itu karena persepsi semacam ini berakar dari nafsu; sesuatu yang dimiliki oleh setiap manusia. Karakter nafsu selalu haus, tidak pernah dan tidak akan bisa puas dengan apa yang dimiliki. Nabi bersabda yang intinya, nafsu manusia tidak pernah puas, meski sudah punya satu gunung emas, dia masih akan mencari dan menginginkan gunung emas yang lain.
Apa bukti semua itu berakar pada nafsu? buktinya, "rumput tetangga" yang dipersepsikan selalu tampak lebih hijau itu selalu berkonotasi pada karunia dan nikmat dunia semata. Uang, rumah, kendaraan, rupa, isteri, pekerjaan, jabatan, popularitas, kekuasaan dan kenikmatan duniawi yang lain. Tidak ada yang mempersepsikan karunia ukhrawi sebagai "rumput yang hijau", yang kemudian membuat iri dan ingin dimiliki oleh yang melihatnya. Seseorang yang rajin sholat, shaum, ahli ibadah dan sedekah, tapi miskin tidak akan dianggap memiliki "rumput yang lebih hijau". Bahkan kemulianan berupa ilmu agama seklaipun. Karena menurut nafsu, karunia semacam ini (amal dan ilmu akhirat), bukanlah sebuah kenikamatan. Maka jelaslah sudah bahwa semua ini hanyalah hembusan nafsu. Karenanya kita harus berhati-hati, semua yang berasal dari nafsu sering dijadikan setan sebagi terowongan untuk menerobos ke dalam pertahanan jiwa manusia. Menggoda dan menjebak manusia pada dosa dan kehancuran.
Ide Busuk
Persepsi "rumput tetangga terlihat lebih hijau" ini tidak boleh dipelihara dalam jiwa. Harus segera diredam dan dihilangkan. Sebab jika tidak, pandangan ini akan mengikis syukur dan menumbuh suburkan rasa tamak. sedangkan manusia yang sedikit rasa syukurnya dan besar ketamakannya adalah profil manusia yang 'diidamkan' setan. Bukanlah target awal dedengkot kesesatan, iblis la''natullah ' alaih, adalah memperkecil populasi hamba Allah yang suka bersyukur ?
Itu yang pertama. Yang kedua, setelah syukurnya berkurang tamaknya bertambah. Ia akan berusaha mendapatkan seperti atau bahkan apa yang dimiliki orang lain. Di sini, setan akan menawarkan ide-ide busuk agar ia menempuh jalan pintas. Sayangnya, jalan-jalan pintas yang ditawarkan adalah jalan yang berujung pada kebinasanan. Kasus lama yang diberitakan koran, seorang pedagang yang telah sukses, sangat berkeinginan menjadi pejabat. Habis-habisan mencalonkan diri, tapi gagal dan akhirnya menderita tekanan batin. Ada lagi yang mengira menjadi selebriti sangat menyenangkan. Akhirnya, segala hal yang ia punyai pun dikorbankan. Tak terkecuali keperawanan. Dan banyak pula yang memandang isteri atau suami orang lain lebih :"hijau" dari pasangannya. Tawaran setan diterima dan akhirnya terjadilah perselingkuhan. Na'udzubillah min dzalik.
Redakan Segera
Untuk meredakan perasaan semacam ini, hendaknya kita berhenti sejenak untuk merenung lebih dalam. Mawas diri dan merenungi semua kenikmatan yang telah kita terima. Lebih cermat, adil dan bijak dalam menilai setiap karunia dan ketetapan Allah atas kita. Lalu, mencoba menyibak tirai hikmah yang mengiringi setiap pemberian dan takdir-Nya.
Rumput tetangga terlihat lebih hijau, barangkali karena kita melihatnya dari jauh. Namun jika kita amati dari dekat mungkin persepsi kita akan berubah, ternyata rumputnya tak lebih baik dari rumput di halaman kita. Artinya segala yang telah kita terima, sebenarnya tak kalah indah dengan apa yang diberikan pada orang lain.Orang bilang, jika kita bisa mengambil yang terbaik dari segala ketetapan-Nya, maka kita akan selalu menerima yang terbaik. Dan sebenarnya, setiap kenikmatan duniawi yang ditambahkan, akan senantiasa diiringi ketidakenakan yang sama besar dengan kenikmatan tersebut. Wallahua'lam.
Dari sini mungkin kita akan lebih dewasa dalam menerima segala nikmat dan karunia dari-Nya. ini memang bukan urusan mudah karena terkait dengan nafsu. Sedang kita tidak mungkin membunuh nafsu. Maka, tidak ada yang bisa kita lakukan selain belajar dan berusaha menepis hasrat nafsu dan tidak tertipu muslihat setan. Semoga dengan begitu, kita bisa menjadi hamba yang senantiasa bersyukur dan melihat nikmat Allah yang telah kita terima dengan mata berbinar. Aamiin.
Ghibah
Ghibah atau menggunjing adalah salah satu perbuatan yang dilarang dalam agama Islam. Dan ini erat kaitannya dengan fenomena rumput tetangga yang dirasa lebih hijau di masyarakat. Ghibah dalam prakteknya biasanya begitu gampang dilakukan namun sulit disadari. Perbuatan ini bisa dilakukan baik secara sendiri atau bersama-sama. Disarankan untuk sangat berhati-hati dengan sifat ini karena berpotensi membawa keburukan karena berusaha selalu mencari-cari kejelekan orang lain untuk kemudian disebarluaskan, namun seringkali lupa atas kejelekan diri sendiri.
Oleh karena itu masih hangat dalam ingatan mengapa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai merasa perlu bersuara dalam menyikapi berbagai macam tayangan-tayangan bernuansa ghibah atau menggunjing seperti yang biasa ditampilkan dalam acara infotainment seperti Silet, WasWas, Insert, Cek & Ricek, dsb. Dan seperti biasanya pro dan kontra mewarnai hasil fatwa MUI ini.
Terlepas dari pro dan kontra yang timbul, yang patut diperhatikan adalah ada beberapa contoh ghibah / menggunjiing / membicarakan aib orang lain yang diperbolehkan. Contoh membicarakan aib orang lain yang boleh adalah apabila kita membahas mengenai Fir'aun atau Qorun.
Seperti telah diketahui semua orang bahwa Fir'aun atau Qorun adalah orang yang dijadikan tamsil atau contoh oleh Allah SWT akibat sifatnya yang congkak atau sangat sombong hingga mengatakan bahwa kesuksesan kekayaan dan kekuasaan yang diraihnya adalah murni usahanya belaka, dengan mengesampingkan Tuhan.
Apabila dalam acara pengajian atau majelis taklim penceramah mengupas berbagai kejelekan mereka tentunya ghibah begini diperbolehkan. Hal ini terutama dalam rangka sebagai pelajaran atau ibrah bagi kita semua agar waspada terhadap sifat sombong. Selain itu juga sebagai peringatan bagi semuanya agar berhati-hati bergaul dengan orang sombong.
Tidak lain tidak bukan hendaknya sangat berhati-hati dalam membicarakan orang lain. Apalagi disitu unsur pelajarannya sama sekali tidak ditonjolkan. Namun malah menonjolkan agar bagaimana suasana semakin panas, oplah dan jumlah pemasang iklan bertambah, dan memberi cara atau contoh jalan perceraian yang gamblang, naudzubillah.